PERUBAHAN TARI RADAP RAHAYU SEBAGAI SARANA RITUAL
MENJADI SARANA PERTUNJUKAN HIBURAN DI BANJARMASIN
KALIMANTAN SELATAN
Edlin Yanuar Nugraheni, S.Sn., M.Sn
Tenaga Pengajar Program Studi Sendratasik UNLAM
Abstract
Changes
in the form of dance performance as a means Radap Rahayu Tapung Tawar ceremony
in the context of a form of dance entertainment. Changes in shape, can be seen
on the element of movement, music, fashion and make-up.
Radap
Rahayu dance forms as a means of Fresh Tapung Tawar ceremony amounted to 11
range of motion, the opening song were sung prior to compulsory dance show
Radap Rahayu. musik player five people. Floor pattern in front of dancers who
Tapung Tawar offered. Radap Rahayu dance forms as a means of song, the amount
depending on the creativity of music players, and adjusted to the demand
pattern of the floor.
The
alteration of fungsion, form and is caused by internal and external factors.
The internal factors made by the artist (Banjar tribal socienties), while
external factors are changes that are influenced by the Islamic religion,
technology, and government (Taman Budaya).
The series contained
in the range of motion
of dancers-dance variety in it like
Limbai kisar, duduk
dungkul persembahan, lontang, kangkung limbai, tarbang,
lagurih, and tapung
tali. Rhythm solemn,
majestic, and resigned
causing aesthetic taste of a dancer,
a sense of motion of a dancer, and floor
patterns.
Kite Clothing and tapih
motive Banjar, Banjar
is an ethnic
peculiarity which is retained by the
people of Banjar in dance costumes Radap
Rahayu. Banjar typical
music as a dance
accompanist Radap Rahayu, including; baboons,
panting, flute, Gong,
Rebana, and added
a violin as the
sound reinforcement hoops.
Key words: Dance Radap Rahayu, changes, Banjarmasin.
Pendahuluan
Tari Radap Rahayu, tumbuh dan
berkembang dalam kebudayaan suku Banjar yang hidup di Banjarmasin Kalimantan
Selatan. Tari Radap Rahayu adalah tari ritual di Banjarmasin. Radap Rahayu
diambil dari arti beradap adap yang
artinya bersama sama, secara berkelompok atau lebih dari satu. Rahayu adalah galuh wan bungas ( Idehem,dkk. 2005 : 245) yang
cantik. Sehingga Radap Rahayu adalah wanita atau galuh yang cantik berkelompok
atau bersama-sama. Dengan demikian, bagi masyarakat setempat Radap Rahayu di
Banjarmasin dimaknai sebagai bidadari yang turun ke bumi secara berkelompok,
hendak menolong siapapun yang minta pertolongan. Saat ini tari tersebut telah
mengalami perubahan fungsi ritual menjadi fungsi hiburan. Perubahan ini tentu
saja adalah kenyataan yang menarik untuk diamati. Alasannya adalah, perubahan
dalam cara memfungsikan produk budaya dapat menjadi cermin perubahan budaya.
Jika fungsi tari Radap Rahayu berubah, artinya ada perubahan dalam kompleksitas
kebudayaan Banjarmasin. Perubahan kebudayaan ini tentu saja didorong oleh
kondisi masyarakat Banjarmasin yang berubah pula. Dengan demikian, mengamati
perubahan yang terjadi pada tari Radap Rahayu, secara tidak langsung berusaha
membaca jaringan pola pikir pada masyarakat pengikutnya. Pada konteks ini Radap
Rahayu adalah “kode” dalam membaca dinamika kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan. Tidak jauh berbeda dengan daerah lain, selain tari Radap Rahayu, Kota Banjarmasin juga
memiliki kesenian tradisional yang beragam, mempunyai corak, dan bentuk
berbagai variatif. Kesenian ini hingga kini masih mampu bertahan. Kesenian
merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia yang tumbuh dari masyarakat, dan
hidup serta dikembangkan oleh masyarakat tempat kesenian itu berada. Kesenian
sebagai kekayaan budaya bangsa yang tidak ternilai harganya perlu dilestarikan,
dan dikembangkan.
Perubahan adalah realitas yang bisa
selalu terjadi dalam setiap kebudayaan suatu masyarakat. Asumsi dasar dari
perspektif perubahan masyarakat bahwa, sebuah hal dapat dianggap berubah jika
muncul sebuah wujud baru dari wujud yang lama (Sairin Sjafri, 2002 : 47).
Wujud baru tersebut meskipun memiliki beberapa unsur dari yang lama, namun
berbeda dari yang lama. Dalam hal ini, konsep perubahan harus dibedakan dengan
konsep perkembangan. Di dalam konsep perubahan, wujud baru harus dipahami
sebagai pengganti wujud yang lama.
Dengan demikian, keberadaan wujud
yang lama sudah tidak ditemukan lagi, karena sudah ada yang baru. Sementara, di
dalam konsep perkembangan, wujud yang baru berdampingan dengan wujud yang lama,
yang masih tetap ada. Artinya, satu wujud meneruskan yang lama, sementara satu
wujud yang lain memiliki wajah yang baru. Dengan demikian, pada dasarnya
perubahan dan perkembangan hampir serupa ditinjau dari esensinya, yaitu adanya
gerak atau dinamika yang menghasilkan wujud baru.
Metode
Penelitian
Substansi penelitian mencangkup permasalahan
faktor-faktor terjadinya
perubahan
fungsi tari Radap Rahayu sebagai upacara tapung tawar (tolak Bala) menjadi seni
pertunjukan dan aspek yang membedakan antara tari Radap Rahayu sebagai kegiatan
upacara tapung tawar dengan tari Radap
Rahayu sebagai seni pertunjukan. Salah satu metode yang harus digunakan adalah
mencari data masa lampau yang berupa foto-foto digunakan sebagai rujukan
perbandingan. Data masa lampau dapat dilacak melalui penelitian lapangan dan
penelitian perpustakaan.
Permasalahan yang menjadi perhatian
peneliti, yaitu mengenai faktor-faktor perubahan dan aspek yang membedakan
antara tari Radap Rahayu sebagai sarana upacara dan tari Radap Rahayu sebagai
sarana hiburan/pertunjukan, maka data penelitian ini didapat melalui studi
lapangan dari nara sumber yang mengetahui tentang seluk beluk tari Radap Rahayu
maupun sebagai seniman tari, yakni A.A Rusman seorang penari tari Klasik
Banjar, ulama, budayawan setempat yaitu
Sariffudin seorang motifator dan penggagas rekontruksi tari Radap Rahayu, tokoh
masyarakat yang dapat memberikan informasi tentang tari tersebut, serta pejabat
pemerintah yang berkaitan dengan urusan kesenian di daerah Kota Banjarmasin.
Selain melalui observasi, data akan dapat diperoleh melalui wawancara, yaitu
wawancara terarah, dan wawancara tidak terarah (Sedyawati, 1984 : 119). Selanjutnya untuk
mengetahui pokok persoalannya penulis akan melakukan wawancara mendalam. Metode
wawancara adalah mencangkup cara yang dipergunakan untuk tujuan atau tugas
tertentu guna mendapatkan informasi dari informan dengan bercakap-cakap dan
berhadapan muka dengan orang tersebut
(Koentjaraningrat, 1997 : 139). Makna konsep tersebut
adalah wawancara yang difokuskan dalam penggalian data yang relefan dengan
obyek yang diteliti.
Studi perpustakaan akan dilakukan dalam
upaya mencari sumber-sumber tertulis didapat dari Arsip daerah Kalimantan Selatan,
buku-buku yang terkait dengan obyek peneliti, internet di web-side kesenian
daerah Kalimantan Selatan, makalah-makalah terutama yang berhubungan dengan
permasalahan.
Lokasi
Kota Banjarmasin adalah ibukota Propinsi
Kalimantan Selatan. Didalam Kota Banjarmasin, yang tepatnya dengan sebutan
seribu sungai merupakan lalulintas dagang bagi para pendatang baik dari hilir
maupun hulu. Di Kota Banjarmasin masih terdapat orang Banjar asli dan campuran.
Tari Radap Rahayu merupakan salah satu bentuk
tari yang memiliki makna tolak bala dan bersifat ritual bagi masyarakat
Banjarmasin. Radap yang berarti
bersama, Rahayu yang berarti
kebahagiaan, kemakmuran, kesenangan, oleh karena dalam menari untuk mencapai
kebahagiaan atau tujuan dengan ditarikan dalam kebersamaan atau jumlah penari
lebih dari satu (wawancara,
A.A. Rustam, 28 Oktober 2008). Tari
Radap Rahayu merupakan salah satu jenis tari tapung tawar yang dilakukan pada
upacara-upacara tolak bala, seperti pada kehamilan, perkawinan, dan kematian.
Tari Radap Rahayu ini keberadaannya sangat dikenal bukan hanya di Banjarmasin
namun seluruh Kalimantan Selatan.
Munculnya tari Radap Rahayu pada tahun 1928
yang digali oleh Ki Amir Hasan Bondan di Banjarmasin (wawancara, A.A Rustam). Munculnya tari Radap Rahayu yang tergolong
sebagai tari Klasik yang pada sisi lain masih menunjukkan keritualannya
diantara sebagian bentuk pertunjukannya dipakai untuk tujuan tertentu. Hal
tersebut tidak dapat dilepaskan dari ikatan budaya masa lalu yang menempatkan
dan memfungsikan tari Radap Rahayu tersebut dalam upacara tolak bala oleh
masyarakat setempat.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji tentang
tari Radap Rahayu di Banjarmasin dengan mendiskripsikan tari Radap Rahayu
sekarang. Gambaran tentang tari Radap Rahayu dapat dipahami melalui bentuk pertunjukan tari Radap
Rahayu sebagai tapung tawar dan tari Radap Rahayu didalam cerita/maknanya, selain itu juga ingin
mengetahui implikasi tari Radap Rahayu sebagai tari Tapung tawar terhadap
masyarakat Banjarmasin. Dari hasil penelitian dapat dilihat manfaat secara
teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini dapat menunjukkan bahwa
tari Radap Rahayu dapat dipentaskan di acara apa saja, kapan saja, dimana saja
dan kostum serta propertinya bisa berbeda. Diharapkan penelitian ini akan
menambah khasanah teoritis seni tari lokal secara praktis khususnya (1) bagi
peneliti dan pemerhati penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah yang
dapat dipakai sebagai pijakan untuk melakukan studi lanjutan yang lebih
mendalam khususnya tentang tari Radap Rahayu sebagai tari tapung tawar, (2)
bagi para penentu kebijakan, penelitian ini dapat memberikan sumbang saran
mengenai kebijakan-kebijakan yang lebih memperhatikan aspek seni tari terutama
tari Radap Rahayu, khususnya yang berkaitan langsung dengan kesenian tari
Klasik Banjar.
Hasil dan Pembahasan
Dasar Perubahan
Seni Pertunjukan tradisional di
Indonesia berangkat dari kondisi tempat ia tumbuh dalam lingkungan-lingkungan
etnik yang berbeda satu sama lain. Keberlangsungan dari suatu kesenian akan
ditentukan oleh lingkungan-lingkungan etnik seperti dalam tata-cara (adat) yang
merupakan hasil kesepakatan bersama secara turun temurun berkenaan dengan
perilaku. (Sedyawati, 1981 : 52).
Kesenian merupakan hasil kreativitas
budaya yang hidup dan berkembang di lingkungan masyarakat, kesenian tradisional
tumbuh sebagai bagian dari lingkungan kebudayaan masyarakat. Ia lahir sebagai
refleksi pandangan hidup, tata-masyarakat, dan agama atau kepercayaan yang
lebur menjadi satu totalitas. (Umar Kayam, 1981 : 60-61)
Standar nilai dari seni sebagian besar
ditentukan oleh tradisi budaya setempat. Setiap masyarakat memiliki standar
budaya melalui perwujudan produk seninya. Standar itu baik yang jelas maupun
yang samar-samar dapat dikatakan sebagai estetika (rasa keindahan) masyarakat
tersebut.
Bagi pendatang, untuk dapatnya
mengetahui dasar estetika seni pada masyarakat tertentu, ia harus mendapatkan
atau memiliki kesadaran akan esensi estetika dari seni tersebut. Pendatang
tidak akan pernah dapat menghayati obyek seni seperti sang penciptanya atau
seperti yang dihayati oleh anggota masyarakat dari obyek itu diciptakan
(Sachari Safri, 1989 : 2).
Berbagai teori seni dan keindahan banyak
ditulis orang yang pada dasarnya berisikan sama, dan dari subyek atau
penciptanya yang berkaitan dengan proses kreatif dan filosofinya (Soedarsono,
1990 : 36). Sebagai contoh keindahan menurut Imanuel Kant. Kant menuliskan
bahwa keindahan dalam arti subyektif adalah yang memberi kesenangan tanpa
pamrih dan kegunaan praktis bagi penikmatnya. Dalam arti obyektif adalah yang
sesuai dengan tujuan tanpa adanya konsep-konsep tertentu (Sutrisno, 1993 : 47). Selain itu Kant juga
menekankan akan pentingnya penilaian dalam pembicaraan tentang keindahan.
Sejalan dengan itu, Soedarsono menjelaskan bahwa dalam estetika, tidak hanya
diselidiki hasil dari produk-produk seni, akan tetapi meliputi proses dan
kemampuan- kemampuan yang terkait dalam penciptaan, penggunaan, penikmatan,
penghayatan, serta penilaian (Soedarsono, 1977 : 22).
Bentuk Gerak dan
Sikap
Seperti halnya pada tarian
keraton/kerajaan lainya, ciri gerakan tari Radap Rahayu adalah gerak-gerak tari
kerajaan Banjar. Perwujudan gerak tarinya sangat berkaitan dengan kegiatan atau
peristiwa berdasar konteksnya. Vokabuler gerak dibuat untuk memberikan aksen
dari peristiwa adat yang khas dari suku ‘Banjar ‘ atau Pesisir yang menyebut
dirinya sebagai turunan orang Banjar asli.
Penghayatan tarian semacam ini tentunya terbatas pada wilayah adat yang
mendasarinya.
Berdasar wujudnya, apabila diamati
bentuk-bentuk gerak tari Radap Rahayu tidak berbeda jauh dengan bentuk gerak
tarian Banjar pada umumnya. Hanya gaya penyajian geraknya yang kental
memberikan ciri khas etnis kerajaan Banjar yang sesuai dengan irama hidup
masyarakat Banjar. Kerajaan Banjar secara holistik mendapat pengaruh dari
kerajaan Mataram Jawa, Bugis, dan Melayu, sehingga tarian masyarakat Banjar di
setiap daerah terlihat akulturasinya dari bentuk gerak dan irama Jawa dan
Melayu. (Idehem,dkk. 1978 : 203). Dalam sejarah, tahun 1928 muncul tari Radap
Rahayu diciptakan oleh Pangeran Hidayatullah (Pangeran Hidayat), seorang
Bangsawan Banjar. Kemudian digubah lagi oleh Seniman Banjar yaitu Kyai Amir
Hasan Bondan, dan sampai sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat Banjar.
Kemiripan tatanan tari antara daerah
satu dengan lainnya tidak terlepas dari latar belakang sejarah keberadaannya.
Tari secara keseluruhan ditandai oleh ciri umum yang sama, seperti yang dikemukakan
oleh Edi Sedyawati :
sikap
dada yang tegap, langkah-langkah yang tenang terukur, gerak-gerak lengan dengan
variasi arah yang luas tetapi dengan posisi stabil pada siku, gerak yang serba
halus tertahan, gerak-gerak leher yang terolah dalam berbagai variasi,
penggunaan selendang untuk memperluas kemungkinan bentuk, serta tarikan wajah
yang tidak “dimainkan” tanda dari tarian (Sedyawati, 1981 : 3).
Tari Radap Rahayu ditarikan oleh remaja
putri, jumlah penari yang biasanya terdiri dari tiga orang, namun kadang
ditarikan lebih dari tiga. Dalam tari Radap Rahayu para penarinya menggunakan
baju Layang yaitu bagian bahu
terbelah. Dimana untuk Kostum tari Radap Rahayu merupakan kostum dari para
remaja putri kerajaan Banjar. Properti dalam
tari Radap Rahayu yaitu sebuah cupu
kecil (bokor : bahasa Jawa) yang
berisi bunga mawar merah dan putih yang nantinya ditaburkan sebagai simbol
menghilangkan hal-hal yang tidak baik dalam diri orang disekitarnya atau yang
melihat tari Radap Rahayu tersebut. Sajian tari Radap Rahayu diawali sembahan
dan diakhiri oleh sembahan.
Sebuah tarian tentunya tidak terlepas
dari ragam-ragam gerak yang ada pada tarian tersebut. Nama-nama ragam tari
dalam Radap Rahayu diantaranya :
Limbai Kisar ,Duduk dungkul persembahan, Lontang, Lontang setengah, Kangkung limbai, Tarbang, Lagurih ,Tapung tali
Didalam pertunjukan tari Radap Rahayu,
dimainkan beberapa alat musik. Diantara :
1. Terbang/rebana
2
buah
2. Biola
1
buah
3. Seruling
1
buah
4. Panting
2
buah
5. Gong
1
buah
6. Babun
1
buah
Syair
lagu tari Radap Rahayu
Dangar-dangar kami bahiau, Dangar-dangar kami manyaru,
Ikam turun dikukus manyan, Ikam turun di kukus dupa.
Dangar-dangar
kami bahiau, Dangar-dangar kami manyaru,
Ikam turun
jangan saurangan, Bawa-I kawan nang sarasi.
Kami mainjam tangan nang dinginan, Mamapai pusaka nang badatu,
Ikam turun jangan saurangan, Bawa-I kawan nang sarasi.
Tampurung
dibawah batu, Ikam turun baranak bacucu,
Sampailah baminantu, Rukui rahayu didalam nagari,
(Hermanto, 12 Maret 2010)
Nilai
Estetis
Dari paparan tentang seni dan keindahan,
umumnya dapat dikatakan bahwa (tari) adalah sesuatu yang dapat memberi kepuasan
batin. Semua gerak tari yang memberikan kepuasan batin disebut indah.
Gerak-gerak yang halus (lembut), keras, kasar, kuat, gerakan yang penuh dengan
tekanan-tekanan, ataupun pada gerakan yang aneh sekalipun dapat merupakan gerak
yang indah ( Soedarsono, 1977 : 16).
Dalam bentuk sajian tari Radap Rahayu
terdapat berbagai bentuk sikap dan gerak yang dimulai dari bagian kaki, torso
(tubuh), kaki, hingga tangan. Umumnya frase-frase geraknya cenderung bersifat
representasional. Sedangkan pola-pola gerak didorong pada pola gerak tarian Pesisiran yang umumnya dapat dicermati
dalam setiap tari di Banjarmasin.
Apa yang sebenarnya dipelajarkan oleh
setiap tari di Kalimantan Selatan yang dicermati khususnya pada Pesisiran.
Terlihat iramanya pelan, mengalun. Alat musiknya : babun, rebana, seruling,
gong, panting, biola. Juga terlihat saat
awalan dan akhir yang bergerak cepat dengan mengibas-ibaskan sampur.
Pada bagian lain terdapat tarian menabur bunga dengan gerakan tangan kanan
memegang cupu kecil dan tangan kiri
mengambil bunga dan menabur- nabur dengan memutar- mutar. Dalam perwujudannya,
seruling dan panting dipakai sebagai permainan melodi. Babun dan gong sebagai instrument pemberi irama, rebana sebagai
pemercepat irama atau instrument pembangkit. Biola sebagai penguat melodi dari
panting agar lebih jelas atau keras.
Komposisi gerak pada tari Radap Rahayu,
sangat variatif. Dari memanjang, bentuk
V, melingkar, diagonal, dan sebagainya. Komposisi pertama dalam bentuk
gerak masuk adalah berlari kecil-kecil melingkar dan tangan bergerak seperti
menabur-nabur sesuatu dengan menggunakan selendang. Mengawalinya tari Radap
Rahayu gerak sembahan dengan bentuk gerak-gerak lainya, pada posisi duduk timpu
setelah meletakkan cupu didepan
lutut. Komposisi gerak ditengah dengan menaburkan bunga, dan diakhiri dengan
sembahan juga lalu gerakan sama lari kecil-kecil dengan melambai-lambaikan
selendang lalu keluar.
Dimana letak nilai estetika tari Radap
Rahayu ? dalam hal ini tentunya pada
perangkaian bentuk ragam gerak, irama gerak penari, dan rasa tarian. Yang
kesemuannya terintegrasi pada struktur penyajiannya serta pada elemen-elemen lain
seperti rias dan busana. Dengan demikian, untuk menilai keindahan tari Radap
Rahayu bukanlah dari bagian perbagian, akan tetapi menilainya harus secara
holistik (keseluruhan). Seperti halnya Jakob Sumardjo (2006) berpendapat bahwa
nilai sebuah estetika seni adalah nilai estetika yang dialami, baik estetika
yang berada didalamnya (intrinsik) maupun nilai estetika yang berada di luar
(ekstrinsiknya). Sehingga dalam memandang sebuah tari Radap Rahayu secara
menyeluruh melihatnya, rasa dari penari itu sendiri yang lebih utama.
Kostum atau busana yang dikenakan oleh penari, apabila
dicermati, menunjukkan berbagai macam informasi tekstual dan kontektual. Pada
satu sisi, penggunaan busana penari mempertimbangkan keindahan visual yang
berhubungan dengan ekspresi gerak penari, desain keruangan, dan efek penikmatan
bagi penonton. Busana tari, selain untuk penutup tubuh penari, berfungsi untuk
menguatkan espresi gerak penari dan desain keruangan yang dibentuk melalui
elemen-elemen garis, warna, kualitas, tektur, dan dekorasi. Kostum yang baik
harus menunjang dan disesuaikan dengan frekuensi dan jangkauan keindahan
ekspresi gerak penari.
Busana
tari yang baik bukan sekedar berguna sebagai penutup tubuh penari, tetapi
merupakan pendukung desain keruangan yang melekat pada tubuh penari dan
menopang gerakan penari. Busana tari mendukung penciptaan citra-citra ruang
tari yang dibentuk melalui elemen-elemen garis, warna, kualitas, tekstur, dan
dekorasi. Busana tari pun perlu mempertimbangkan keindahan visual yang dapat dinikmati
oleh penonton yang melihatnya, pada prinsipnya kostum harus enak dipakai dan
sedap dilihat oleh penonton.
Banjar
dibawahnya, serta selendang dikalungkan dileher. Pada sisi lain, busana tari
dapat menampilkan ciri-ciri khas suatu bangsa atau daerah tertentu. Busana baju
layang yang mendominasi ke Melayuan
dalam busananya. Di dalam tari tradisi, busana tari sering berupa pakaian adat
atau pakaian khas daerah yang kemudian ikut menentukan pencitraan ciri khas tari
tradisi dari daerah tersebut. Tetapi di Banjarmasin busana atau kostum tari
khususnya Radap Rahayu terjadi akumulasi antara budaya Melayu, budaya Jawa
dengan suku Banjar itu sendiri, sehingga mencirikan busana tari sebagai sebuah
identitas suku Banjar.
Fungsi
tatarias sebenarnya bukan sekedar “pembungkus” tubuh penari atau sekedar alat
untuk mempercantik wajah. Tata rias memiliki fungsi lain untuk membuat atau
mengekspresikan sebuah karakter dan memberikan identitas budaya bagi tarian
yang bersangkutan, memperlihatkan dari lingkungan budaya dimana tarian tersebut
berasal. Pencahayaan dalam tari Radap Rahayu tidak menekankan pada pencahayaan
yang khusus, namun apabila Radap Rahayu dipentaskan di panggung misalnya disaat
festival tari daerah biasanya memakai pencahayaan yang sedikit redup atau tata
cahayanya tidak begitu terang, untuk menjadikan pertunjukan Radap Rahayu lebih
mendapatkan rasanya. Dalam Radap Rahayu, mempergunakan properti sebuah Cupu (=bokor : Jawa) kuning, yang didalamnya berisi bunga mawar (warna
merah, putih, dan kuning) untuk ditaburkan, hal ini dapat dianalisa dengan
adanya gerak tabur bunga di dalam
struktur penyajian ragam geraknya. Sehingga Fungsi tari Radap Rahayu memiliki
ciri khas yang selalu beradaptasi terhadap lingkungannya.
“ Rasa “ Tarian
Berdasarkan konsep tari India, tari
dapat dikatakan indah apabila memenuhi tiga sifat yakni : rasa, bhawa, dan vyanjana. Rasa adalah sumber keindahan.
Rasa merupakan stimulus untuk menimbulkan perasaan yang mendalam sehingga dapat
memunculkan bhawa (greget). Sedangkan
vyanjana merupakan perasaan hati,
daya sugesti, atau tekat yang tinggi untuk tumbuh menjadi hava atau rasa cinta
yang kuat (Widyastutieningrum, 1994 : 124).
Pada tari Jawa, diketahui terdapat
konsep rasa (perasaan jiwa) yaitu Joget Mataram (Yogyakarta), Hasta
Sawandha (Surakarta), tiga ron
(Bali), dan Sebagainya. Rasa ini merupakan kedalaman tari dari seorang penari,
atau disebut dengan konsepsi kedalaman tari.
Pada tarian Pesisiran Banjarmasin
umumnya proses penciptaan tari di Banjarmasin dilandasi pada peniruan-peniruan
alam, atau pada fenomena kehidupan kehidupan kerajaan Banjar. Tari Radap Rahayu
diangkat dari cerita legenda. Konon ketika Kapal Prabu Yaksa yang ditumpangi Patih Lambung Mangkurat pulang lawatan dari Kerajaan Majapahit,
ketika sampai di Muara Mantuil dan akan memasuki Sungai Barito, kapal Prabu
Yaksa kandas. Melihat ini, Patih Lambung Mangkurat lalu memuja “ Bantan” yakni meminta pertolongan pada
Yang Maha kuasa agar kapal dapat diselamatkan. Lalu dari angkasa turunlah tujuh bidadari ke atas kapal dan
mengadakan upacara beradap-radap.
Akhirnya kapal tersebut kembali normal dan tujuh bidadari tersebut kembali ke
Kayangan. Kapal melanjutkan pulang ke Kerajaan Dwipa. (wawancara, Rustam A.A,
12 Januari 2008).
Dari cerita ini lahirlah Tari “ Radap Rahayu “ (anonim). Tarian ini
sangat terkenal di Kerajaan Banjar berfungsi setiap acara penobatan raja
dipertunjukan serta sebagai tarian penyambut tamu kerajaan, sebagai kehormatan
di Banjar, upacara perkawinan, dan upacara memalas
Banua sebagai Tapung Tawar untuk keselamatan. Tarian termasuk jenis tari
klasik yang bersifat sakral. Gambaran gerak secara umum personifikasi dari para
bidadari dari kayangan turun ke bumi untuk memberikan doa restu serta
keselamatan. Syair tari Radap Rahayu diselingi dengan sebuah nyanyian yang isi
syairnya mengajak untuk berdoa bersama, ketika ragam gerak “Tapung Tawar”. Sehingga tari yang tercipta termasuk kategori
tarian tradisional Klasik.
Menurut Rustam A.A, penjiwaan tari yaitu
dalam mimik, antara lain seperti ; senyum, pasrah dan tenang. Lebih lanjut
dikatakan bahwa penjiwaan tari Radap Rahayu dilakukan dengan wajah senyum dan
tenang. Dengan demikian kedalaman tarian Radap Rahayu terletak pada rasa penari
itu sendiri. Penari harus sekaligus menjadi aktor, seorang ahli yang sadar akan
perannya. Ia harus menciptakan bayangan-bayangan tariannya sendiri. Rasa yang
diwujudkan secara universal agar penonton memiliki rasa batin yang sama. Dengan
begitu barulah tariannya dapat menjadi penghubung batin antara manusia dengan
manusia. Kenyataanya, secara sugestif dengan melalui permainan mimik, penari
Radap Rahayu dapat menciptakan apa yang disebut dengan “rasa tari”.
Dari hasil penelitian
Dahulu
tapung tawar tari Radap Rahayu di Banjarmasin merupakan tari sakral berupa
tarian sebagai media doa keselamatan untuk dikabulkan bagi komunitas
masyarakat. Tarian ini disertai dengan pujian-pujian yang ditujukan pada Raja
Bantan yang dianggap sebagai Yang Maha Kuasa. Minyak likat baboreh pun disediakan untuk tari sakral ini, sehingga
membuat makna ritualnya menjadi amat sangat kuat. Tetapi sekarang makna tari Radap
Rahayu oleh sebagian masyarakat Banjarmasin yang terdiri dari penduduk baru
bukan asli Banjarmasin, hanyalah sebagai simbol saja dari pementasan tari Radap
Rahayu, sebagai upaya pelestarian tradisi warisan kerajaan Banjar.
Penduduk Banjarmasin yang sekarang
ini sudah banyak yang pendatang dari luar kota. Penduduk pendatang ini tidak
semua tahu tentang tari Radap Rahayu, namun tentang upacara tapung tawar hampir
semua tahu di Banjarmasin dari cerita mulut ke mulut penduduk asli Kota
Banjarmasin atau yang tinggal lebih dulu di Kota Banjarmasin. Oleh karena para
pendatang tersebut sudah tinggal dan menjadi penduduk tetap Kota Banjarmasin,
maka mau tidak mau loyalitas mereka terhadap lingkungan tempat tinggalnya
muncul, sehingga mereka juga merasa memiliki tari Radap Rahayu tersebut dan juga harus tetap melestarikan tari tapung
tawar yang sudah ada yaitu tari Radap
Rahayu.
Cara mereka (Peduduk pendatang di
Kota Banjarmasin) dalam mengekspresikan loyalitas mereka adalah dengan
berpartisipasi (ikut mempelajari) dan menyelenggarakan acara atau kegiatan
dengan menyertakan tari Radap Rahayu dalam batapung
tawar. Dengan dipentaskan tari Radap Rahayu disetiap acara dan segala
kegiatan setiap saat , akhirnya mereka lama kelamaan tahu dan mengerti
bagaimana pementasan tari Radap Rahayu di Kota Banjarmasin. Sehingga pewarisan
seni tari Radap Rahayu tidak hanya oleh penduduk asli Banjar tetapi juga oleh
penduduk pendatang yang sudah tinggal lama di Kota Banjarmasin. Hal ini pula
yang menyebabkan berubahnya makna tari Radap Rahayu dulu dan sekarang. Oleh penduduk pendatang
pada umumnya dan masyarakat Banjar sekarang ini dipentaskannya tari Radap Rahayu
merupakan suatu simbol dalam upaya pelestarian tari klasik sebagai warisan
budaya dari bangsawan Banjar yang harus dilestarikan.
Pemaknaan tari Radap Rahayu yang
diberikan oleh masyarakat sekarang ini berdasarkan pada kenyataan yang ada
bahwa konteks lingkungan dan budaya Banjar dulu dan sekarang berbeda. Dahulu
Banjarmasin merupakan wilayah perairan yang penduduknya bermata pencaharian
sebagai pencari ikan dan berdagang. Sekarang wilayah Banjarmasin adalah wilayah
perkotaan dimana tidak tersisa sedikit pun tanah rawa yang untuk mencari ikan
dan tergantikan dengan perumahan-perumahan elite disekitar Kota Banjarmasin, maka
berubah pula mata pencaharian penduduk menjadi karyawan, buruh pabrik,
pedagang, sopir, dan lain sebagainya. Dan keistimewaan yang ada adalah bahwa
tradisi tapung tawar dalam tari Radap Rahayu sebagai fenomena budaya dulu,
masih dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat Banjar yang dalam segala
bidang baik lingkungan, struktur masyarakatnya, bahkan pola perilaku sudah
berubah. Ini menunjukkan bahwa kesadaran mereka akan pelestarian terhadap
budaya lama masih kuat. Sehingga dalam hal ini masyarakat Banjar sekarang ini
sudah memberi makna yang lain (tidak sama dengan makna tapung tawar dalam tari
Radap Rahayu dulu) terhadap fenomena tradisi tapung tawar di Kota Banjarmasin.
Dahulu pementasan tari Radap Rahayu
ini hanya melibatkan warga setempat tetapi sekarang sudah melibatkan banyak
sanggar, akademisi, instansi baik pemerintah maupun
swasta yang peduli akan pelestarian tari Klasik di masyarakat.
Bentuk tari Radap Rahayu sebelum diperpendek durasi waktunya
|
Bentuk tari Radap Rahayu setelah diperpendek durasi waktunya
|
Lari masuk arena, duduk taruh
cupu, limbai kisar, mangapak, alang manari, lontang, gegoreh sembadra, gegoreh
srikandi, mantang, persembahan, tabur bunga, puja bantan, angin tutus, lari keluar arena.
|
Lari masuk arena, duduk taruh
cupu, limbai kisar, mangapak, alang
manari, persembahan, tabur bunga lari keluar arena.
|
Simpulan dan Saran
Eksistensi Tari Radap Rahayu merupakan integral dari
dinamisasi kehidupan masyarakat Banjar terus mengalami perubahan fungsi yaitu;
ritual, sosial, adat sampai sekuler dan hiburan. Oleh karena eksistensinya dan
keberlanjutan tari Radap rahayu sampai hari ini sangat didukung oleh masyarakat
Banjar itu sendiri. Dengan demikian proses keberlanjutan dan perubahan pada
tari Radap Rahayu ditentukan oleh masyarakat pendukungnya. Artinya tari Radap
Rahayu tidak terlepas dari masyarakat dengan segala aktivitas budayanya
seperti; mencipta, menularkan, dan mengembangkan tari Radap Rahayu.
Apapun alasannya, lembaga pendidikan tidak
hanya bertanggungjawab untuk menciptakan manusia menjadi pintar alias punya
keahlian dan ketrampilan, akan tetapi memproses manusia menjadi manusia
berpendidikan yang bertujuan untuk memanusiakan manusia, mensosialisasikan
manusia dan membudayakan manusia. Pada
akhirnya ketrampilan dan keahlian output mudah diterima, dicerna dan
dipraktekkan oleh masyarakat luas dimana mereka mengabdi. Itulah yang disebut
dengan “pembangunan, pemberdayaan dan pencerdasan melalui pendekatan
berdasarkan budaya masyarakat setempat” khususnya di Banjarmasin.