PENANGANAN
MASALAH BELAJAR TERUTAMA DI SD
TIDAK
TUNTAS
Edlin
Y. Nugraheni*
Lembaga
Pendidikan pada umumnya dan khususnya sekolah-sekolah, merupakan tumpuhan
harapan masyarakat, orang tua, dan siswa guna memperoleh pengetahuan,
ketrampilan, sikap dan sifat-sifat kepribadian utama sebagai sarana
pengembangan karir, peningkatan status social dan bekal hidup lainnya di dunia
kini dan di akhirat nanti.
Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal, mencoba mengakomodasikan aspirasi dan
pandangan-pandangan masyarakat tersebut ke dalam tujuan-tujuan
institusionalnya, selanjutnya secara operasional diterjemahkan ke dalam tujuan-tujuan
kurikuler dan instruksional. Pada akhirnya, semua aspirasi itu terletak di
pundak dan tangan-tangan para guru, karena merekalah yang diberi wewenang dan
tanggungjawab pelaksanaan operasional pendidikan dan pembelajaran formal
tersebut.
Sekalipun
para guru telah berupaya melancarkan segala konpetensinya seperti menguasai
bahan, mendalami sasaran didik, mengelola program, memilih, menentukan, dan
menggunakan strategi/metoda, mengelola kelas, serta kegiatan belajar mengajar
dengan menggunakan alat-alat bantunya, namun ketika sampai pada suatu saat
harus melakukan evaluasi berdasarkan data dan informasi hasil penilaian proses
dan produk belajar, para guru dihadapkan pada beberapa kenyataan, antara lain,
sebagai berikut :
1. Kenyataan
bahwa ada siswa yang benar –benar dapat dinilai sebagai menguasai pelajaran.
2. Kenyataan
bahwa ada siswa yang dapat dinilai sebagai hanya cukup menguasainya pelajaran.
3. Kenyataan
bahwa ada siswa yang dapat dinilai sebagai kurang menguasai pelajaran,
4. Kenyataan
bahwa ada siswa yang dapat dinilai sebagai tidak gagal menguasai bahan
pelajaran.
Dalam
system pendidikan kita yang masih tradisional, meskipun para guru telah mengetahui
adanya kualifikasi siswa sebagaimana digambarkan di atas, namun karena pada
umumnya mereka dikejar-kejar oleh target yang mengharuskan bahan ajaran selesai
pada waktu yang telah ditetapkan, maka tidak sempatlah mereka menghiraukan para
siswa (siswa yang cepat dan lambat kemampuan belajarnya, siswa yang sangat
tinggi dan rendah prestasinya, siswa yang prestasinya lebih rendah dari yang
diperkirakan dapat dicapai, siswa yang dinilai belum/kurang/tidak menguasai
pelajaran, dan sebagainya) yang sebenarnya sangat memerlukan perhatian,
perlakuan, dan penanganan khusus (Gui dance and Conseling Service) di luar jam
dan kegiatan belajar-mengajar utama.
Sudah
barang tentu adanya kualifikasi hasil belajar yang tertentu (unqualified
student, underachiever student, lower group students, slow learner student)
dengan segala ekses yang dibawa oleh penanganannya secara tradisional yang
selama ini dilakukan oleh guru-guru di sekolah, adalah suatu hal yang
sungguh-sungguh tidak diharapkan terjadi dan mungkin dapat mengecewakan baik
siswa sendiri, maupun orang tua, masyarakat luas, para guru dan pejabat
pendidikan, serta pejabat sekolah yang bersangkutan :
Yang
menjadi persoalan sekarang, antara lain adalah :
1. Apakah
kelemahan-kelemahan pada hasil dan proses pendidikan dengan segala eksesnya
tersebut dapat diminimized ?
2. Apakah
produktivitas belajar mengajar dapat dioptimalized ?
3. Bagaimana
meminimized, kelemahan-kelemahan pada hasil dan proses pendidikan dengan segala
eksesnya itu ?, dan bagaimana mengoptimalized produktivitas belajar-mengajar ?
Para
pendidik telah mencoba memberikan jawaban dengan melakukan berbagai studi. Dari
berbagai studi itu, ternyata memang kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam
suatu sistem belajar mengajar itu memang dapat dikurangi dengan berbagai
strategi. Namun dewasa ini petugas sekolah dan khususnya guru, ternyata diminta
(ditugasi) pula melakukan kegiatan lain yang tidak sepenuhnya secara langsung
dapat digolongkan ke dalam kempetensi guru, dan ke dalam tugas/fungsi
instruksional. Namun sangat erat dan menunjang, yaitu layanan bimbingan
belajar. Diantara rangkaian kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang
seharusnya dilakukan dengan baik dan professional di sekolah, adalah ;
1.
Inventori Services (identifikasi
masalah);
2.
Diagnosis dan Prognosis (menemukan
masalah, penyebabnya, alternative penanganannya);
3.
Information services (pemberian
informasi);
4.
Placement services (penempatan);
5.
Counseling services (penyuluhan);
6.
Follow up services (tindak lanjut hasil
penanganan).
Apakah
kegiatan layanan bimbingan tersebut (butir 1,2,3,4,5, dan 6) semuanya harus
atau dapat dilakukan oleh guru ? . kapan waktunya melakukannya, dan bagaimana
melakukannya, Bagaimana-pun pentingnya layanan khusus harus diberikan kepada
siswa tertentu, tugas utama seorang guru, guru tetap berperan pada
terselenggaranya proses belajar dan pembelajaran yang utama, bukan pada yang
lain. Oleh karenanya dari sejumlah kemungkinan layanan tersebut (butir
1,2,3,4,5, dan 6) di atas, hanya sebagian saja yang berkaitan erat dengan tugas
utama guru. Sehingga apabila semua dibebankan pada guru, maka tidak akan
terlaksana secara professional tidak mendapat haknya, akhirnya yang diperolah :
tinggal kelas, dan yang tersering adalah memperoleh belas kasihan (dikatrol),
bukan kasih sayang.
Agar
siswa memperoleh haknya (pelayanan khusus) dengan cara-cara yang sebagaimana
mestinya, maka penyelenggara pendidikan formal (Pemerintah dan Masyarakat)
tidak perlu ragu-ragu untuk menempatkan petugas Bimbingan dan Konseling (scholl
counselors) di semua tingkatan pendidikan.
*
Pemerhati Pendidikan, dan
Tenaga
Pengajar FKIP Unlam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar