Selasa, 13 Desember 2011

koran 11 Desember 2011

Pentingnya Konsep Pendidikan Seni di Sekolah

Oleh : Edlin Y. Nugraheni*
Seni merupakan bagian terpenting dalam sebuah khasanah budaya tiap daerah (lokal), begitupun di dalam sebuah wadah pendidikan atau lingkungan pendidikan. Seperti yang kita tahu cabang seni di Indonesia terdiri dari seni pertunjukan, seni rupa, dan seni sastra. Seni pertunjukan itu sendiri terdiri dari seni tari, drama, dan musik.
Pengertian seni sebagai benda/karya seni adalah bahwa seni atau keindahan adalah sesuatu yang menghasilkan kesenangan, tetapi berbeda dengan rasa gembira karena mempunyai unsur trasendental atau spiritual.  Pendapat dari Jonatha : Pemahaman seni sebagai kemahiran dimaknai seni merupakan sebuah kemampuan dalam membuat sesuatu dalam hubungannya dengan upaya mencapai suatu tujuan yang ditentukan oleh rasio/logika atau gagasan tertentu. Pendapat ini dinyatakan oleh Aristoteles. Misalnya Idris Sardi, vokalis Indonesia yang terkenal karena kemahirannya dalam memainkan karya-karya musik dengan improvisasi-improvisasi nada kreatifnya. (UT, 2009 : 1.3).
Sementara itu pengertian seni sebagai kegiatan manusia oleh Leo Tolstoy dikatakan bahwa seni merupakan kegiatan sadar manusia dengan perantaraan tanda-tanda lahiriah tertentu untuk menyampaikan perasaan-perasaan yang telah dihayatinya kepada orang lain, sehingga mereka kejangkitan perasaan yang sama dan juga mengalaminya. Misalnya, Didi Nini Thowok, seorang penari dan koreografer tari yang tampil dalam kostum wanita membawakan karya tariannya yang kocak dan baru.
Pendidikan seni saat ini sudah dimasukkan ke dalam susunan kurikulum Pendidikan Umum Sekolah Dasar (SD) dengan nama Kerajinan Tangan dan Kesenian (Kertakes), sedang di Sekolah Menegah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan nama Seni Budaya. Perubahan nama mata pelajaran ini menyesuaikan kebutuhan politisi serta kebutuhan lapangan terhadap perkembangan persepsi masyarakat.
Dari perubahan nama serta pola pembelajaran tersebut para guru sulit memahaminya, bahkan sebagian guru menjadi apatis terhadap perubahan tersebut dengan menciptakan model pembelajaran yang justru tidak menghasilkan kompetensi yang diharapkan atau kontraproduktif. Akhirnya perubahan nama, yang diikuti oleh perubahan system menjadikan para guru melaksanakan pembelajaran seni sebatas pengetahuan umumnya, serta tidak mendasarkan pada teori kebutuhan siswa. Kondisi seperti ini tentunya akan membawa akibat buruk. Pemahaman pelaksana pendidikan terhadap konsep Pendidikan Seni masih tidak merata; oleh sebagian guru dan orang tua siswa masih menganggap bahwa pendidikan seni atau Kertakes/Seni Budaya adalah sebagai: (1) pelajaran bagi calon seniman, (2) pelajaran tambahan sebagai pemanis kurikulum (superfacial curriculum), dan (3) pelajaran selingan setelah penat belajar materi pelajaran yang lain yang dianggap lebih bermanfaat bagi siswa dan kehidupannya.
Pendidikan seni dikaitkan dengan pelatihan calon seniman, demikian pendapat sebagian besar orang tua yang kurang paham terhadap tujuan dan fungsi pendidikan seni di sekolah, terutama di sekolah dasar (SD) maupun sekolah menegah atas (SMA). Pendapat ini diperkuat oleh sekolah yang memasukkannya materi pelajaran seni sebagai kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan tambahan yang menyebabkan makin terpinggirnya pendidikan seni dalam pencaturan/ kompetisi antarmata pelajaran. Melihat hal ini, orang tua pun melakukan antisipasi yang sangat menyakitkan hati, mereka segera mengalihkan pandangannya kepada mata pelajaran yang lain: les, kursus atau studi pendalamannya. Oleh sebagian guru dan kepala sekolah menganggap pelajaran Kertakes/Seni Budaya atau Pendidikan Seni sebagai pelajaran calon seniman dengan dimasukkannya ke dalam pelajaran ekstrakurikuler, dan bahkan dijadikan pemanis keutuhan suatu rangkaian kurikulum umum. (UT, 2009 : 11.2).
            Suatu produk mencipta atau berolah seni adalah karya seni. Sehingga, tolok ukur keberhasilannya adalah kemampuan berkarya. Pola pikir seperti ini pun sudah lama berkembang dikalangan masyarakat luas, dan diterima sebagai hal yang umum.
            Dalam sejarah perkembangan Pendidikan Seni di Indonesia mengalami gelombang diskusi dan perdebatan antara guru seni, pakar seni dan pemerintah.
1.      Para guru mengharapkan kepraktisan pembelajarannya karena dianggap pendidikan seni sebagai bagian mata pelajaran pilihan. Dengan anggapan seperti itu pembelajarannya diorentasikan kepada pelatihan ketrampilan berseni. Siswa diajak membuat gambar, menyanyi dan menari dengan metode meniru atau mencontoh. Pada kesempatan ini anak belum diberikan kesempatan untuk mencipta karya seni.
2.      Sementara para pakar pendidikan seni lebih idealis dengan mendasarkan pembelajaran pada konsep kejiwaan, pesan kenegaraan maupun kebutuhan masyarakat. Hal ini tampak pada dasar pembelajaran seni adalah estetika. Selanjutnya, perkembangan estetika ini dikaitkan dengan perkembangan kejiwaan dan kebutuhan mental, serta perkembangan fisik yang didorong oleh ketrampilan fisik (skill).
3.      Pada posisi yang lain, pemerintah menghendaki pendidikan seni yang dimasukkan ke dalam kurikulum umum ini pada dasarnya merupakan satu kesatuan dengan tujuan kenegaraan, sehingga perilaku pendidikan (tidak terkecuali) berorientasi menyukseskan pembangunan. Sisi negative dari pembelajaran ini siswa akhirnya diarahkan secara total kepada kebutuhan tenaga kerja (sumber daya manusia). (UT, 2009: 11.3)
Masuknya pendidikan seni dalam rangkaian utuh kurikulum sekolah sebenarnya mempunyai tugas khusus. Seperti halnya dengan mata pelajaran matematika, atau pun pelajaran bahasa yang mempunyai tugas dan misi khusus. Tugas utama pendidikan seni adalah mengembangkan perasaan agar keseimbangan jiwa anak terjaga sampai dewasa. Di samping itu, Pendidikan Seni diberi tanggung jawab mengembangkan kemampuan rasa anak untuk memahami persoalan-persoalan yang bersifat sosial dan harus diselesaikan melalui latihan berfikir dan memecahkan persoalan secara pasti melalui angka.
Banyak pelaksana pendidikan khususnya guru yang belum menyadari bahwa pelajaran Kertakes dan Seni Budaya merupakan salah salah satu mata pelajaran untuk membina kemampuan berfikir secara komperhensif dengan merasakan gejala alam melalui pengamatan bentuk suatu obyek. Pengamatan dapat digunakan untuk mengembangkan rasa toleransi sosial, rasa keindahan, rasa keagamaan untuk memahami alam.
skema ini tampak bahwa kegiatan berkesenian membutuhkan kerja kreatifitas, sensitivitas (rasa), dan karsa atau (mood) yang kesemuanya memberikan korelasi positif terhadap pembinaan cipta, rasa, dan karsa yang senantiasa dibutuhkan oleh siswa. Pelatihan dalam menciptakan atau memproduksi karya akan memberikan pemindahan kecakapan (transfer of traning) dalam berfikir (kognisi), perasaan (afeksi) dan Karsa (psikomotor). Disamping itu terjadi pemindahan nilai dari hakikat berfikir akan berkembang kemampuan mencipta, hakikat kepekaan rasa akan berkembang rasa toleransi social antar teman yang kuat serta keinginan untuk menciptakan kehidupan praktis melalui berkarya praktis (life skill).
Sehingga berbeda sekali pemahaman didalam pembelajaran pendidikan kesenian untuk para seniman dan para guru atau pendidik. Kurikulum maupun system pemberian materi yang memiliki ketentuan yang diharapkan mahasiswa untuk menguasainya juga dipertimbangkan bobot dan manfaaatnya untuk dikemudian harinya bagi mahasiswa. Disini seperti halnya yang terdapat di FKIP unlam yang membuka program bagi pendidik seni yang terampil dan terlatih.
FKIP Unlam memiliki program yang mengkhususkan dalam bidang seninya, ada tiga macam seni yang dirangkum menjadi sebuah pendidikan seni, meski seni rupa belum ada namun tiga bidang yang telah mewadahinya menjadikan progam untuk seni budaya nantinya memiliki generasi yang peduli dan melestarikan budaya khususnya budaya lokal. Program studi dengan nama SENDRATASIK  (Seni Drama, Tari dan Musik). Program Studi yang baru memiliki empat angkatan ini, sudah memiliki beberapa segudang prestasi yang sangat diperlukan dalam pengembangan seni selanjutnya. Seperti Juara I Festival Mamanda se-Kalimantan Selatan, Juara I sajian terbaik Teater karya A. Adjim, Juara I karya tari se- Universitas Banjarmasin, Juara II Musik Tradisi se- Kalimantan Selatan, dan masih banyak lagi prestasi yang mahasiswa raih. Namun dari prestasi tersebut tak menutup kemungkinan telah muncul Galuh Banjar yang ternyata mahasiswa Sendratasik untuk mewakili Kalimantan Selatan di kancah Nasional, yaitu Neneng Putri Sari Ramadhan. Mohammad Budi Zakia Sani juga merupakan salah satu juara II sebagai Duta Mahasiswa se-Kalimantan Selatan. Fahrul Anwar juara III Bakisah bahasa Banjar se- Kalimantan Selatan. Kegiatan lain yang juga melibatkan  mahasiswa dan dosen Sendratasik yaitu mengikuti ‘Solo Keroncong Festival’ dalam group Suara Banua mewakili Kalimantan Selatan ke kota Solo Jawa Tengah. Banyak undangan untuk pengisian kesenian baik Drama, Tari maupun Musik, di dalam maupun luar Banjarmasin.
Pembelajaran seni yang menuntut untuk menjadi seorang pendidik yang terampil baik secara teori maupun praktek, maka peguasaan materi bagi mahasiswa harus dioptimalkan. Tidak mungkin seorang guru seni hanya bisa ceramah atau berteori saja, padahal tututan praktek untuk mengajari dalam pengkarakteran di drama, melatih tari daerah maupun kreasi, bisa memainkan alat musik, itu sebagian bekal dasar bagi seorang guru seni. Di Sendratasik inilah tiga bidang seni yang diberikan pada mahasiswa untuk bisa menguasai keseimbangan dari materi perkuliahan. Tidak hanya teori namun praktek juga harus seimbang, bukan menjadikan seniman atau praktisi yang ditutut bagi mahasiswa tapi sistem pembelajaran yang baik untuk seorang guru yang nantinya bisa mentrasferkan ilmunya kepada anak didiknya. Bukan menjadikan seorang guru yang tidak bisa praktek dalam berkesenian, seorang guru yang mempunyai bekal konsep dan teori berkesenian untuk diwujudkan secara langsung ke dalam sistem pembelajarannya, secara riil.
Hal ini juga secara bertahap dibangunnya sarana dan prasarana guna menunjang kelancaran dalam belajar. Seperti sekarang ini Sendratasik telah memiliki ruang latihan atau ruang kaca, sebagai tempat latihan tari setiap saat apabila mahasiswa ingin berlatih, Studio Musik, dan tempat panggung terbuka untuk Drama, yang berada di tengah kampus yang di namakan Sakadomas, dan Aula yang disertai panggung kecil, yang menampung sekitar 200 bernama Aula hasan Bondan.
Didalam kelancaran pembelajaran perlu di dukung sarana dan prasana yang ada, serta dukungan dari beberapa pihak. Seperti halnya proses belajar berkesenian, suara atau bunyi memang tak lepas dari para pendidik seni, contohnya seni Drama yang lebih ke latihan suara vokal yang keras, Tari pada iringan musiknya, dan Musik pada suara-suara bunyi dari alat musik itu sendiri. Penempatan ruang belajar dan latihan di FKIP, ditata sedemikian rupa guna menjadikan kelancaran proses belajar para calon pendidik seni lebih baik lagi.
Donald Jack Davis dalam Bryce (1978 :37) menyebutkan pengetahuan seni mempunyai struktur keilmuan seni : (1) Knowing of the Language of Art. (2) Artist and their World. Khusus tentang Knowing the Languange of Art dimaksudkan suatu pengetahuan seni yang diperoleh melalui penghayatan terhadap karya seni. Pengetahuan tersebut berupa resapan rasa keindahan atau estetika terhadap wujud karya ; pengetahuan ini diperoleh melalui penghayatan tentang keindahan suatu obyek (seni). Jika dilihat dari sudut pandang psikologi belajar cara belajar ini disebut dengan belajar induksi, yaitu belajar memahami bentuk, warna, tekstur serta susunan (struktur unsur-unsur ujud) sebagai ungkapan batiniah. Dengan kata lain disebut sebagai bahasa seni atau bahasa keindahan (estetika), yaitu rasa ungkapan yang dinyatakan dalam bentuk karya seni, entah dalam bentuk karya tari, musik maupun seni drama. Pemahaman bentuk, suara ataupun gerak ini dapat pula dilakukan anak melalui pendengaran atau membaca teori tentang unsur-unsur seni. Dari pengetahuan dasar umum dan luar ini disebut dengan belajar deduktif. Dalam rangkaian struktur keilmuan, terdapat pengetahuan yang mempunyai sistematika berfikir, seperti sejarah, sosiologi, dan psikologi maupun teknologi.
Artur Wesley Dow, berpendapat bahwa dalam proses produksi seni terdapat lima butir pengetahuan yang dapat diimplementasikan dalam berkarya seni yakni : Obtaining harmony – opposition, Transition, Subordination, Repetition, Dan symmetry.
Jika seorang murid telah mampu menguasai lima jurus pengetahuan ini dia akan dapat produksi karya yang indah atau harmonious composition. (Bryce B. Hudgins, 1978 : 19). Jadi dalam proses berkarya seni seseorang harus mendasarkan pengetahuan dari belajar tentang harmoni, dan pengetahuan ini dapat diperoleh melalui menyususn dan merangkai unsur-unsur seni dari tiap disiplin ilmu seni, seperti musik, tari, maupun seni drama.
Bagaimana pendidik seni yang dilakukan di sekolah hanya dapat dilaksanakan pada teori saja, tidak prakteknya dan mengimlementasikan dengan ilmu lain, tanpa memperhatikan kemampuan siswa atau bakat yang telah dimiliki setiap siswa.
Untuk itu marilah kita semua merenungkan bersama-sama pendidikan seni ini yang sesungguhnya. Melatih dan mengembangkan bakat atau seni yang dimiliki siswa merupakan pekerjaan yang tidak mudah bagi para guru seni, kalau hanya mengajar guru seni mempunyai ilmu seni disampaikan kepada siswa sesuai dengan  kurikulum yang ada selesai. Namun kalau melatih atau praktek  merupakan ketrampilan keahlian yang diperlukan dalam mengaplikasikan pada anak didik, bahkan mungkin tidak semua materi pelajaran guru seni bisa melakukannya. Karena disamping disampaikan kepada siswa tetapi juga diperlukan kerjasama dari semua pihak juga merupakan aspek dari pendidikan. Disekolah siswa dididik berkesenian namun lingkungan tidak mendukung, juga berat bagi lembaga ini melakukan proses pendidikan seni. Jadi keberhasilan pendidikan seni juga harus disertai dengan kerjasama dari semua pihak, mau menerima masukan dari orang lain.

                                                                                                *Pemerhati Pendidikan dan
         Tenaga Pengajar FKIP Unlam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar