Selasa, 13 Desember 2011

Radar Banjarmasin 1 November 2011

MENENGOK PERUBAHAN
SISTEM KELULUSAN PENDIDIKAN
Edlin Y. Nugraheni *

Pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa dalam membangun dirinya. Suatu bangsa akan cepat berkembang dan maju bila system pendidikan yang dijalankan benar, jujur dan juga ditopang dengan anggaran yang memadai. Namun demikian itu semuanya tidak aka nada artinya bila tidak ditopang oleh semua pihak yang berkompeten dengan pendidikan, memperdulikan nasib pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilih kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Undang-undang Sisdiknas No. 20 th. 2003). Dengan pendidikan yang benar-benar terencana akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang tangguh dan akhlak mulia. Itu semua tertumpu pada lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia dimana didalamnya ada berbagai komponen pendidikan, ada kepala sekolah, ada guru, karyawan tata usaha dan semua pihak yang membantu kelancaran pendidikan.
Namun demikian system pendidikan model apapun yang diterapkan di Indonesia serta model kurikulum apapun yang diterapkan kejujuran dalam pendidikan perlu ditekankan. Sebab bila tidak, semua tidak akan ada manfaatnya. Misalnya standart kelulusan dengan nilai UAN (ujian akhir nasional) 4,01 yang dulu 3,01. Ditingkatkan berapapun tidak akan memberikan pengaruh apapun bagi hasil pendidikan ini bila kejujuran tidak diterapkan. Karena tingginya nilai UAN bukan satu-satunya prediksi keberhasilan suatu pendidikan. Bahkan penulis berpendapat nilai standart kelulusan tidak perlu ditingkatkan bahkan dikurangi mungkin menjadi 2,5 atau 2,7 namun demikian kejujuran dalam penilaian ditingkatkan bahkan mungkin dari propinsi bersamaan dengan penyerahan nilai UAN juga disertai dengan penyerahan sertifikat kelulusan. Dan juga setiap sekolah tidak harus dituntut lulus 100%. Karena dalam pendidikan ada siswa yang lulus ada yang siswa yang tidak naik, merupakan hal yang wajar dan itula yang harus terjadi dalam system pendidikan. Kalau pada setiap lembaga pendidikan ada siswa yang lulus, ada siswa yang tidak lulus ada siswa yang naik kelas dan juga ada siswa yang tidak naik kelas, tentu hal yang demikian akan memacu siswa berikutnya untuk belajar lebih rajin sehingga tidak seperti lemahnya yang tidak lulus atau tidak naik kelas. Tetapi bila setiap lembaga pendidikan selalu lulus 100% tanpa memandang kemampuan siswa, siswa yang pandai dan yang kurang pandai sama saja, atau siswa yang tingkat kenakalannya tinggi dengan siswa yang tata pada tata tertib sama, maka lembaga pendidikan ini tidak akan maju, bahkan dengan model penilaian apapun hasilnya akan sama saja. Jadi kejujuran merupakan kunci pokok keberhasilan dalam pendidikan. Bila demikian yang terjadi maka pendidikan ini akan merupakan pendidikan yang disegani, hasil-hasil kelulusannya betul-betul punya kemampuan.
Dengan standar 2,5 atau 2,7 dengan kejujuran yang tinggi penulis yakin masih banyak siswa yang tidak lulus. Lebih-lebih 4,01 dan ini dibuktikan dengan sekolah-sekolah yang mengadakan uji coba UAN juga tidak jauh berbeda. Walaupun ini hanya uji coba, tetapi sudah menunjukkan gambaran kemampuan siswa yang sesungguhnya tanpa rekayasa, kemmpuan murni dari siswa yang sebenarnya demikian.
Namun demikian, tidaklah salah bila pemerintah dalam hal ini melalui dinas pendidikan ingin meningkatkan kemampuan keilmuan dari peserta didik yaitu dengan jalan meningkatkan standar nilai kelulusan, tetapi sebelum ditingkatkan seharusnya diadakan test uji coba dulu secara acak atau bahkan seluruhnya untuk mengetahui kemampuan siswa yang sebenarnya. Sudah waktunya atau belum, bila nilai UAN ini ditingkatkan, bila ditingkatkan kira-kira berapa persen siswa yang akan lulus, itu semua sudah diprediksi dengan sermat. Jadi tidak hanya ingin meningkatkan nilai saja, tahun lalu 3,01, tahun ini 4,01, mungkin tahun yang akan dating menjadi 5,01 dan seterusnya, tanpa perhitungan dan penelitian yang masak.
Bila standar nilai kelulusan ditingkatkan namun demikian mengurangi salah satu fungsi dari pendidikan, apa gunanya ? Nilai ya tetap nilai tapi kemampuan siswa tidak sesuai dengan yang tertera pada nilai yang diperoleh ini sungguh ironis sekali.
Coba kita perhatikan bagaimana keberhasilan pendidikan ini pada masyarakat. Di sekolah siswa dididik tidak boleh membuang sampah sembarangan. Hampir setiap saat siswa di sekolah diperingkatkan hal yang demikian. Tetapi kalau kita perhatikan disekitar kita masih banyak orang yang membuang sampah sembarangan bahkan membuang sampah kealiran air atau sungai atau selokan dan lian sebagainya tanpa merasa bersalah sama seklai. Padahal mereka juga merupakan lulusan lembaga pendidikan. Ini salah satu indikasi pendidikan ini belum berhasil. Jadi tidak hanya nilai saja yang menunjukkan keberhasilan dari suatu pendidikan sehingga tahun lalu standart pendidikan 3,01 tahun ini 4,01 mungkin tahun depan 5,01 tahun berikutnya 6,01 dan seterusnya. Apa gunanya nilai ditingkatkan tapi pelajaran kejujuran semakin ditinggalkan. Semakin tinggi nilai standart kelulusan semakin rendah nilai standart kejujuran, kalau demikian halnya maka pendidikan ini bagaimana dapat dikatakan berhasil.
Sekarang mari kita perhatikan fungsi dan tujuan pendidikan, fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Undang-undang Sisdiknas No. 20 th. 2003). Dengan demikian keberhasilan suatu pendidikan tidak hanya tergantung dari hasil nilai yang tinggi saja tetapi juga bagaimana tingkat keimanan dan ketaqwaan siswa setelah keluar dari lembaga pendidikan, bagaimana akhlaknya semakin berakhlak mulia atau sebaliknya, bagaimana tingkat ilmunya, kreatifitas dan kemandiriannya, itu semua merupakan tolok ukur dari keberhasilan dari pendidikan. Jadi bukan hanya nilai yang tinggi saja yang merupakan tolok ukur keberhasilan siswa dalam pendidikan.
Bagaimana manusia Indonesia yang berkepribadian luhur dan berbudi pekerti yang tinggi dapat dilaksanakan bila pendidikan ini hanya mengejar nilai saja tanpa memperhatikan kemampuan siswa yang sesungguhnya.
Untuk itu marilah kita semua merenungkan bersama-sama pendidikan ini yang sesungguhnya. Mendidik merupakan pekerjaan yang tidak mudah bagi para guru, kalau mengajar guru mempunyai ilmu disampaikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang ada selesai. Namun kalau mendidik ini merupakan pekerjaan yang tidak semua orang bisa, bahkan mungkin tidak semua guru bisa melakukannya. Karena disamping disampaikan kepada siswa tetapi juga diperlukan keteladanan dari semua pihak juga merupakan aspek dari pendidikan. Disekolah siswa dididik hal-hal yang baik-baik namun lingkungan tidak mendidik, juga berat bagi lembaga ini melakukan proses pendidikan.
Jadi keberhasilan pendidikan juga harus disertai dengan kejujuran dari semua pihak, mau menerima hasil usaha sendiri. Kalau kemampuan kita satu mengapa kita buat dua, padahal kelebihan satu tadi bila ditanya tidak punya kemampuan tentangnya. Kita akui saja kemampuan kita yang kurang, kita cari dengan semangat yang tulus ikhlas, Insya Allah akan berhasil lembaga pendidikan ini dalam mengemban tujuan pendidikan nasional.

                                                                                                  *Pemerhati Pendidikan,
dan Tenaga Pengajar FKIP Unlam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar