MENENGOK PERUBAHAN
SISTEM KELULUSAN PENDIDIKAN
Edlin
Y. Nugraheni *
Pendidikan
merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa dalam membangun dirinya. Suatu bangsa
akan cepat berkembang dan maju bila system pendidikan yang dijalankan benar,
jujur dan juga ditopang dengan anggaran yang memadai. Namun demikian itu
semuanya tidak aka nada artinya bila tidak ditopang oleh semua pihak yang
berkompeten dengan pendidikan, memperdulikan nasib pendidikan.
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memilih kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara (Undang-undang Sisdiknas No. 20 th. 2003). Dengan pendidikan
yang benar-benar terencana akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang
tangguh dan akhlak mulia. Itu semua tertumpu pada lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia dimana didalamnya ada berbagai komponen pendidikan, ada kepala
sekolah, ada guru, karyawan tata usaha dan semua pihak yang membantu kelancaran
pendidikan.
Namun
demikian system pendidikan model apapun yang diterapkan di Indonesia serta
model kurikulum apapun yang diterapkan kejujuran dalam pendidikan perlu
ditekankan. Sebab bila tidak, semua tidak akan ada manfaatnya. Misalnya
standart kelulusan dengan nilai UAN (ujian akhir nasional) 4,01 yang dulu 3,01.
Ditingkatkan berapapun tidak akan memberikan pengaruh apapun bagi hasil pendidikan
ini bila kejujuran tidak diterapkan. Karena tingginya nilai UAN bukan
satu-satunya prediksi keberhasilan suatu pendidikan. Bahkan penulis berpendapat
nilai standart kelulusan tidak perlu ditingkatkan bahkan dikurangi mungkin
menjadi 2,5 atau 2,7 namun demikian kejujuran dalam penilaian ditingkatkan
bahkan mungkin dari propinsi bersamaan dengan penyerahan nilai UAN juga
disertai dengan penyerahan sertifikat kelulusan. Dan juga setiap sekolah tidak
harus dituntut lulus 100%. Karena dalam pendidikan ada siswa yang lulus ada
yang siswa yang tidak naik, merupakan hal yang wajar dan itula yang harus
terjadi dalam system pendidikan. Kalau pada setiap lembaga pendidikan ada siswa
yang lulus, ada siswa yang tidak lulus ada siswa yang naik kelas dan juga ada
siswa yang tidak naik kelas, tentu hal yang demikian akan memacu siswa
berikutnya untuk belajar lebih rajin sehingga tidak seperti lemahnya yang tidak
lulus atau tidak naik kelas. Tetapi bila setiap lembaga pendidikan selalu lulus
100% tanpa memandang kemampuan siswa, siswa yang pandai dan yang kurang pandai
sama saja, atau siswa yang tingkat kenakalannya tinggi dengan siswa yang tata
pada tata tertib sama, maka lembaga pendidikan ini tidak akan maju, bahkan
dengan model penilaian apapun hasilnya akan sama saja. Jadi kejujuran merupakan
kunci pokok keberhasilan dalam pendidikan. Bila demikian yang terjadi maka
pendidikan ini akan merupakan pendidikan yang disegani, hasil-hasil
kelulusannya betul-betul punya kemampuan.
Dengan
standar 2,5 atau 2,7 dengan kejujuran yang tinggi penulis yakin masih banyak
siswa yang tidak lulus. Lebih-lebih 4,01 dan ini dibuktikan dengan
sekolah-sekolah yang mengadakan uji coba UAN juga tidak jauh berbeda. Walaupun
ini hanya uji coba, tetapi sudah menunjukkan gambaran kemampuan siswa yang
sesungguhnya tanpa rekayasa, kemmpuan murni dari siswa yang sebenarnya
demikian.
Namun
demikian, tidaklah salah bila pemerintah dalam hal ini melalui dinas pendidikan
ingin meningkatkan kemampuan keilmuan dari peserta didik yaitu dengan jalan meningkatkan
standar nilai kelulusan, tetapi sebelum ditingkatkan seharusnya diadakan test
uji coba dulu secara acak atau bahkan seluruhnya untuk mengetahui kemampuan
siswa yang sebenarnya. Sudah waktunya atau belum, bila nilai UAN ini
ditingkatkan, bila ditingkatkan kira-kira berapa persen siswa yang akan lulus,
itu semua sudah diprediksi dengan sermat. Jadi tidak hanya ingin meningkatkan
nilai saja, tahun lalu 3,01, tahun ini 4,01, mungkin tahun yang akan dating
menjadi 5,01 dan seterusnya, tanpa perhitungan dan penelitian yang masak.
Bila
standar nilai kelulusan ditingkatkan namun demikian mengurangi salah satu
fungsi dari pendidikan, apa gunanya ? Nilai ya tetap nilai tapi kemampuan siswa
tidak sesuai dengan yang tertera pada nilai yang diperoleh ini sungguh ironis
sekali.
Coba
kita perhatikan bagaimana keberhasilan pendidikan ini pada masyarakat. Di
sekolah siswa dididik tidak boleh membuang sampah sembarangan. Hampir setiap
saat siswa di sekolah diperingkatkan hal yang demikian. Tetapi kalau kita
perhatikan disekitar kita masih banyak orang yang membuang sampah sembarangan
bahkan membuang sampah kealiran air atau sungai atau selokan dan lian
sebagainya tanpa merasa bersalah sama seklai. Padahal mereka juga merupakan
lulusan lembaga pendidikan. Ini salah satu indikasi pendidikan ini belum
berhasil. Jadi tidak hanya nilai saja yang menunjukkan keberhasilan dari suatu
pendidikan sehingga tahun lalu standart pendidikan 3,01 tahun ini 4,01 mungkin
tahun depan 5,01 tahun berikutnya 6,01 dan seterusnya. Apa gunanya nilai
ditingkatkan tapi pelajaran kejujuran semakin ditinggalkan. Semakin tinggi
nilai standart kelulusan semakin rendah nilai standart kejujuran, kalau
demikian halnya maka pendidikan ini bagaimana dapat dikatakan berhasil.
Sekarang
mari kita perhatikan fungsi dan tujuan pendidikan, fungsi pendidikan nasional
adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggungjawab (Undang-undang Sisdiknas No. 20 th. 2003). Dengan demikian
keberhasilan suatu pendidikan tidak hanya tergantung dari hasil nilai yang
tinggi saja tetapi juga bagaimana tingkat keimanan dan ketaqwaan siswa setelah
keluar dari lembaga pendidikan, bagaimana akhlaknya semakin berakhlak mulia
atau sebaliknya, bagaimana tingkat ilmunya, kreatifitas dan kemandiriannya, itu
semua merupakan tolok ukur dari keberhasilan dari pendidikan. Jadi bukan hanya
nilai yang tinggi saja yang merupakan tolok ukur keberhasilan siswa dalam
pendidikan.
Bagaimana
manusia Indonesia yang berkepribadian luhur dan berbudi pekerti yang tinggi
dapat dilaksanakan bila pendidikan ini hanya mengejar nilai saja tanpa
memperhatikan kemampuan siswa yang sesungguhnya.
Untuk
itu marilah kita semua merenungkan bersama-sama pendidikan ini yang
sesungguhnya. Mendidik merupakan pekerjaan yang tidak mudah bagi para guru,
kalau mengajar guru mempunyai ilmu disampaikan kepada siswa sesuai dengan
kurikulum yang ada selesai. Namun kalau mendidik ini merupakan pekerjaan yang
tidak semua orang bisa, bahkan mungkin tidak semua guru bisa melakukannya.
Karena disamping disampaikan kepada siswa tetapi juga diperlukan keteladanan
dari semua pihak juga merupakan aspek dari pendidikan. Disekolah siswa dididik
hal-hal yang baik-baik namun lingkungan tidak mendidik, juga berat bagi lembaga
ini melakukan proses pendidikan.
Jadi
keberhasilan pendidikan juga harus disertai dengan kejujuran dari semua pihak,
mau menerima hasil usaha sendiri. Kalau kemampuan kita satu mengapa kita buat
dua, padahal kelebihan satu tadi bila ditanya tidak punya kemampuan tentangnya.
Kita akui saja kemampuan kita yang kurang, kita cari dengan semangat yang tulus
ikhlas, Insya Allah akan berhasil lembaga pendidikan ini dalam mengemban tujuan
pendidikan nasional.
*Pemerhati Pendidikan,
dan
Tenaga Pengajar FKIP Unlam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar