Selasa, 13 Desember 2011

Radar Banjarmasin 9 oktober 2011

PENANGANAN MASALAH BELAJAR TERUTAMA DI SD
TIDAK TUNTAS
Edlin Y. Nugraheni*

Lembaga Pendidikan pada umumnya dan khususnya sekolah-sekolah, merupakan tumpuhan harapan masyarakat, orang tua, dan siswa guna memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap dan sifat-sifat kepribadian utama sebagai sarana pengembangan karir, peningkatan status social dan bekal hidup lainnya di dunia kini dan di akhirat nanti.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, mencoba mengakomodasikan aspirasi dan pandangan-pandangan masyarakat tersebut ke dalam tujuan-tujuan institusionalnya, selanjutnya secara operasional diterjemahkan ke dalam tujuan-tujuan kurikuler dan instruksional. Pada akhirnya, semua aspirasi itu terletak di pundak dan tangan-tangan para guru, karena merekalah yang diberi wewenang dan tanggungjawab pelaksanaan operasional pendidikan dan pembelajaran formal tersebut.
Sekalipun para guru telah berupaya melancarkan segala konpetensinya seperti menguasai bahan, mendalami sasaran didik, mengelola program, memilih, menentukan, dan menggunakan strategi/metoda, mengelola kelas, serta kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan alat-alat bantunya, namun ketika sampai pada suatu saat harus melakukan evaluasi berdasarkan data dan informasi hasil penilaian proses dan produk belajar, para guru dihadapkan pada beberapa kenyataan, antara lain, sebagai berikut :
1.      Kenyataan bahwa ada siswa yang benar –benar dapat dinilai sebagai menguasai pelajaran.
2.      Kenyataan bahwa ada siswa yang dapat dinilai sebagai hanya cukup menguasainya pelajaran.
3.      Kenyataan bahwa ada siswa yang dapat dinilai sebagai kurang menguasai pelajaran,
4.      Kenyataan bahwa ada siswa yang dapat dinilai sebagai tidak gagal menguasai bahan pelajaran.
Dalam system pendidikan kita yang masih tradisional, meskipun para guru telah mengetahui adanya kualifikasi siswa sebagaimana digambarkan di atas, namun karena pada umumnya mereka dikejar-kejar oleh target yang mengharuskan bahan ajaran selesai pada waktu yang telah ditetapkan, maka tidak sempatlah mereka menghiraukan para siswa (siswa yang cepat dan lambat kemampuan belajarnya, siswa yang sangat tinggi dan rendah prestasinya, siswa yang prestasinya lebih rendah dari yang diperkirakan dapat dicapai, siswa yang dinilai belum/kurang/tidak menguasai pelajaran, dan sebagainya) yang sebenarnya sangat memerlukan perhatian, perlakuan, dan penanganan khusus (Gui dance and Conseling Service) di luar jam dan kegiatan belajar-mengajar utama.
Sudah barang tentu adanya kualifikasi hasil belajar yang tertentu (unqualified student, underachiever student, lower group students, slow learner student) dengan segala ekses yang dibawa oleh penanganannya secara tradisional yang selama ini dilakukan oleh guru-guru di sekolah, adalah suatu hal yang sungguh-sungguh tidak diharapkan terjadi dan mungkin dapat mengecewakan baik siswa sendiri, maupun orang tua, masyarakat luas, para guru dan pejabat pendidikan, serta pejabat sekolah yang bersangkutan :
Yang menjadi persoalan sekarang, antara lain adalah :
1.      Apakah kelemahan-kelemahan pada hasil dan proses pendidikan dengan segala eksesnya tersebut dapat diminimized ?
2.      Apakah produktivitas belajar mengajar dapat dioptimalized ?
3.      Bagaimana meminimized, kelemahan-kelemahan pada hasil dan proses pendidikan dengan segala eksesnya itu ?, dan bagaimana mengoptimalized produktivitas belajar-mengajar ?
Para pendidik telah mencoba memberikan jawaban dengan melakukan berbagai studi. Dari berbagai studi itu, ternyata memang kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam suatu sistem belajar mengajar itu memang dapat dikurangi dengan berbagai strategi. Namun dewasa ini petugas sekolah dan khususnya guru, ternyata diminta (ditugasi) pula melakukan kegiatan lain yang tidak sepenuhnya secara langsung dapat digolongkan ke dalam kempetensi guru, dan ke dalam tugas/fungsi instruksional. Namun sangat erat dan menunjang, yaitu layanan bimbingan belajar. Diantara rangkaian kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang seharusnya dilakukan dengan baik dan professional di sekolah, adalah ;
1.      Inventori Services (identifikasi masalah);
2.      Diagnosis dan Prognosis (menemukan masalah, penyebabnya, alternative penanganannya);
3.      Information services (pemberian informasi);
4.      Placement services (penempatan);
5.      Counseling services (penyuluhan);
6.      Follow up services (tindak lanjut hasil penanganan).
Apakah kegiatan layanan bimbingan tersebut (butir 1,2,3,4,5, dan 6) semuanya harus atau dapat dilakukan oleh guru ? . kapan waktunya melakukannya, dan bagaimana melakukannya, Bagaimana-pun pentingnya layanan khusus harus diberikan kepada siswa tertentu, tugas utama seorang guru, guru tetap berperan pada terselenggaranya proses belajar dan pembelajaran yang utama, bukan pada yang lain. Oleh karenanya dari sejumlah kemungkinan layanan tersebut (butir 1,2,3,4,5, dan 6) di atas, hanya sebagian saja yang berkaitan erat dengan tugas utama guru. Sehingga apabila semua dibebankan pada guru, maka tidak akan terlaksana secara professional tidak mendapat haknya, akhirnya yang diperolah : tinggal kelas, dan yang tersering adalah memperoleh belas kasihan (dikatrol), bukan kasih sayang.
Agar siswa memperoleh haknya (pelayanan khusus) dengan cara-cara yang sebagaimana mestinya, maka penyelenggara pendidikan formal (Pemerintah dan Masyarakat) tidak perlu ragu-ragu untuk menempatkan petugas Bimbingan dan Konseling (scholl counselors) di semua tingkatan pendidikan.

* Pemerhati Pendidikan, dan
Tenaga Pengajar FKIP Unlam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar